Story
In My Life
Matahari pagi
membangunkanku. Aku bangun dan duduk di kursi, depan meja rias, samping
kasurku. Ku lihat mataku yang masih sembab karena semalaman menangis. Kembali
kuteringat pada pertengkaran ayah dan ibuku malam itu.
***
Malam itu, tepatnya saat aku sedang
belajar di kamar, tiba-tiba ku dengar suara gelas pecah ‘’tarrrrrr’’. Aku
bergegas berlari menuju dapur, karena suaranya seperti dari arah dapur rumahku.
Ternyata benar.
Tanpa sepengetahuan mereka, aku mengintip di
balik pintu. Kulihat mereka bertengkar hebat.
‘’ Astaga, ada apa
dengan ayah dan ibu ? Sampai ibuku berkata akan pergi dari rumah?’’ ku berbisik
di dalam hati.
***
‘’Apakah
Ibu akan benar-benar meninggalkanku? ‘’Mungkinkah ini hanya mimpi?’’
‘’Tapi itu bukan mimpi Difka, itu nyata.’’ Aku
bertanya dan ku jawab sendiri, yang membuat air mataku mengalir membasahi
pipiku lagi. Aku tersadar dari lamunanku. Aku segera berlari ke kamar ibu.
***
tok tok tok. Kuketuk
pintu kamar ibu.
Karena
tidak ada balasan, aku langsung masuk kamar ibu. Di dalam terlihat sepi. Tidak
ada ibuku. Aku berlari ke kamar mandi beliau. Ibuku juga tidak ada. Aku mulai
khawatir. Kucari beliau ke halaman, tetapi di halaman pun tidak ada. Setelah
berputar-putar mengelilingi rumah untuk mencari ibuku, kudengar suara ayah
memanggilku.
‘’Dik Difka, kemarilah
sebentar!’’ teriak ayah memanggilku.
‘’Iya, yah, aku segera
ke sana.’’ jawabku.
‘’Ada apa yah,
memanggilku?’’ tanyaku kepada ayah dengan sedikit terengah-engah.
‘’Ibumu sudah pergi
dari sini. Jadi, adik tak usah susah payah mencarinya.’’ kata ayahku pelan.
‘’Benarkah yah, kenapa
ibu pergi?, Kenapa, yah?’’ tanyaku sambil meneteskan air mataku.
Ayahku tetap diam. Beliau tidak mau
menjelaskannya padaku. Sakit rasanya ditinggal ibuku tersayang.
***
satu bulan berlalu. Aku sudah sedikit
mengiklaskan kepergian ibuku, meskipun
belum sepenuhnya iklas. Aku menjalani hari-hariku seperti biasa.
***
Tiga
minggu lagi adalah ulang tahunku yang ke -17. Aku sedikit kecewa karena seharusnya
ibu tidak meninggalkanku. Biasanya ulang ahunku itu dirayakan bersama ayah dan
ibu.
Tiba-tiba muncul ide dari otakku. Aku tidak
tahu dari mana ide itu muncul di otakku.
‘’Ehm, bagaimana kalau
aku menulis surat untuk ibu dan mengirimnya ke surat kabar ya? Mungkin saja ibuku
sempat membacanya dan pulang ke rumah lagi.’’ kataku.
Tanpa pikir panjang aku langsung menulis
surat untuk ibu.
Assalamualaikum
Wr.Wb
Untuk
Ibu,
Bagaimana
keadaan Ibu? Ibu sehat kan? Aku dan ayah di sini baik-baik saja Bu. Tiga minggu
lagi ulang tahunku lh, Bu. Ibu pulang ya!. Biasanya kan dirayakan sama ayah dan
ibu. Masak kali ini enggak sih, Bu? Aku janji deh kalau ibu pulang, aku akan
nurut sama ibu. Jangan lupa dibalas ya, Bu. Aku sayang sama Ibu.
Wassalam,
Putrimu
***
Selesai
menulis, aku membongkar celengan sapiku yang lucu. Sebenarnya sayang kalau celengan tersebut kubongkar, tapi
ini demi ibu. Jadi aku tetap membongkarnya. Kukumpulkan uangnya dan kuhitung
satu per satu. Uangnya sekitar 1 jutaan. Setelah kurasa cukup untuk mengirim suratku,
aku bergegas mandi dan berangkat menggunakan sepeda kesayanganku. Sebelum
sampai ke pintu gerbang rumahku, ayahku menghentikan sepedaku.
‘’Kamu mau kemana,
dik?’’ tanya ayahku
‘’aku mau mengepos surat
ku untuk ibu, yah,’’ Jawabku singkat.
‘’Dimana?’’ tanya
ayahku lagi.
‘’ada deh. Dada.. Ayah.’’
Aku langsung mengayuh sepedaku dengan kencang.
***
Besok adalah hari ulang
tahunku. Aku sibuk sekali. Bukan untuk menghias rumahku dengan balon, atau
membuat persiapan lainnya untuk merayakannya. Tapi aku sibuk membersihkan
rumahku. Bibi Imah, pembantu rumah tangga di rumahku, izin pulang kampung. Jadi,
tugas-tugas bi Imah aku yang ngerjain. Mulai dari membersihkan rumah sampai
memasak. aku bekerja hingga sore. Badanku rasanya pegal semua. Karena lelah,
aku menuju ke kamar untuk istirahat sebentar.
***
Kring...kring...kring,
suara jam bekerku berbunyi. Kira-kira pukul 10 malam. Mengingat besok adalah
hari Minggu meskipun belum mandi , aku
matikan alarm jamku dan tidur lagi.
***
Tiba-tiba mataku
menjadi silau. Ternyata ada yang membuka
gorden jendelaku. Aku berbalik arah dan kulihat siapa yang membuka gorden tersebut.
‘’Subhanallah, Ibu!’’
aku bangun dan berlari memeluknya.
‘’Adik kangen sama ibu,’’ sambil
memeluk dan menatap mata beliau.
‘’Ibu juga kangen sama
Adik.’’ Balas ibuku.
‘’Ibu jangan pergi lagi
ya!’’ kataku penuh harap.
‘’Iya, ibu janji,
sayang. Ngomong-ngomong Adik belum mandi ya? Bau.’’ kata ibuku.
‘’ He,he... ‘’ aku pun
tersenyum mendengar kata-kata ibuku.
‘’Mandi dulu sana!’’
Ibuku menyuruhku.
‘’Enggak ah, aku masih
kangen sama ibu.’’ Kataku manja.
‘’Ya sudah, kalu tidak
mau mandi. Ayo ikut Ibu ke depan!’’
‘’Siap, Ibu’’ balasku.
Aku dan ibu berjalan
pelan menuju ruang keluarga. Tidak kusangka di ruang keluarga sudah ada sebuah
kue dan hiasan balon. Di sana juga ada ayah,Bi Imah, teman-teman, dan pastinya
ibuku tercinta. Semuanya menyanyikan lagu ‘’ Selamat Ulang Tahun’’.
***
Sampai ke lagu ‘’Tiup
Lilin’’.
‘’tiup
lilinya, tiup lilinnya, tiup liilinya sekarang juga, sekarang juga, sekarang
juga.’’ Mereka bernyanyi sambil menatapku.
Setelah lagu berakhir,
aku langsung meniup lilin di kue ulang tahunku. Aku memotong kue pertamaku dan
kuberikan kepada ibuku. Ayah dan ibuku mendekat. Mereka memberiku sebungkus
kado yang indah. Tanpa basi-basi kado tersebut langsung kubuka. Ternyata diatas
kado ada sehelai surat yang isinya :
Assalamualaikum
Untuk
putri Ibu tersayang,
Ibu
baik-baik saja sayang. Maafin Ibu ya, sebenarnya Ibu dan ayah sudah sepakat
untuk ngerjain kamu sayang. Jangan marah ya. Itu adalah kado untuk Adik dari
ayah dan ibu. Semoga Adik suka ya dengan hadiahnya.
Wassalam,
Ibu
Aku menatap tajam ayah
dan ibuku. Lima menit berlalu. sambil tersenyum aku mengoleskan kueku ke mereka
dan berkata, ‘’Kenapa pakai surat? Kan bisa bicara langsung. Ngomong-ngomong,
Ayah dan Ibu jahat!’’
Jingga